Sunday, February 10, 2019

BLW OR SPOON FEEDING: A MOM CONVERSATION

Finger food yang saya berikan ke Radit (saya berikan sebelum Radit berumur 1 tahun)
Ternyata saya sudah membuat draft judul untuk tulisan ini, tapi belum sempat tulis kontennya ya.  Beberapa waktu yang lalu saya sempat makan siang dengan adik saya di Plaza Senayan, saya bawa Radit tentu saja. Banyak sekali pembicaraan kami, ya kebanyakan memang adik saya yang cerita karena salah satu hobi dia emang bicara.


Salah satu pembicaraan kami, yang memang dia sudah kasih tau saya jauh-jauh hari sebelum kami bertemu hari ini adalah tentang tumbuh kembang anak. Dia cerita ada anak seorang ternama, yang menerapkan BLW untuk MPASI anaknya, dan ternyata pertumbuhan anaknya tidak seperti anak seusia dia, saya tidak tau apakah stunting atau tidak. Cerita ini dia dapat dari temannya yang seorang dokter, yang katanya memang sudah santer beritanya di kalangan dokter. Nah, saya sendiri tidak tau apakah benar atau tidak, karena pada saat saya googling benar-benar tidak ada beritanya sama sekali. Ya mungkin karena dia pasti tidak mau mendapatkan pandangan buruk masyarakat, sehingga memang dia juga tidak pernah bahas. Intinya buat saya bukan dia siapa, dia kenapa, penerapan apa yang dia lakukan ke anaknya. Sejujurnya ini jadi ajang saya untuk "ngaca", apakah saya salah menerapkan MPASI ke Radit, dan jadi melebar ke hal lain, apakah ada yang perlu saya benahi tentang penerapan-penerapan didikan saya ke Radit.

Tapi sebelum terlalu jauh, kali ini saya ingin sharing tentang pilihan MPASI saya untuk Radit. Sebenarnya saya sudah pernah share di IG Story saya, apa yang saya pilih dan kenapa. Tapi karena saya tau saya nobody, jadi saya tulis aja lagi di blog hahaha.

Saya dari sebelum melahirkan, sangat ingin sekali menerapkan BLW ke Radit. Tapi jujur, agak-agak takut. Ya karena saya tahu, secara medis belum ada jurnal-jurnal ilmiah mengenai BLW. Bahkan tidak sedikit dokter-dokter yang "mengecam" BLW pada bayi umur 6 bulan. Saya juga gamau egois ya, hanya karena keinginan saya terus anak saya yang jadi super effort dan kita pun gatau efek sampingnya gimana ke dia, cocok atau tidak, baik atau buruk. Dan ternyata saya melahirkan prematur, bubar jalan keinginan BLW. Pokoknya kebutuhan Radit nomor 1, bodo amat dengan segala idealisme saya.

Sampai pada akhirnya Radit sudah waktunya MPASI. Radit MPASI di umur kronologis 7 bulan 12 hari (umur korektif 5 bulan 12 hari), dan yang perlu digarisbawahi bahwa ini atas saran DSA Radit (karena saya bukan dokter ataupun ahli) dan Radit sudah bisa duduk (agak) tegak. Jadi sudah bisa duduk tapi memang belum terlalu tegak dan belum lama. Awal MPASI saya bahkan ga tanya ke dokter apakah boleh BLW atau tidak, benar-benar tidak terlewat SAMA SEKALI di benak saya. Ya pokoknya yang terbaik buat Radit (dan terbukti secara medis) ya saya lakukan. Jadi awal MPASI Radit adalah FULL SPOONFEEDING. Dan kalau mau diceritain awal MPASI, yang super drama banget buat saya, sepertinya nanti di post yang berbeda saja, soalnya postingan kali ini fokus ke pilihan saya tentang BLW dan SF.

Radit terus SF, sepanjang MPASI yang full SF, saya yang tadinya tidak mengkonsiderasi untuk BLW, tetap penasaran. Jadi sebelum MPASI pun saya beli buku BLW dan MPASI pada umumnya. Saya baca sampai habis. Nah, karena rasa penasaran saya yang sangat menggebu-gebu, dan Radit sangat tidak ada masalah dengan makanan kecuali ada beberapa makanan yang bikin dia alergi (ayam, ikan, telor, ya pokoknya banyak protein hewani yang dia alergi, kecuali daging sapi. Alerginya Alhamdulillah tidak sampai yang mengganggu seperti gatal, alerginya hanya merah-merah seperti digigit nyamuk, kalau udah terlalu parah paling batuk pilek diare, tapi tidak sampai mengganggu kegiatan Radit), plus ditambah dia sudah tumbuh gigi dan sudah mulai mengunyah makanan yang masuk ke mulut dia, saya mulai kasih dia BLW dengan makanan yang bisa jadi finger food tapi tetap halus: KENTANG. Ohya, sebelumnya saya udah mulai kasih Yummy Bites sih, jadi mungkin finger food pertama Radit adalah Yummy Bites bukan kentang haha. But real finger foodnya ya tetep kentang. 

Sejak saat itu, ya berusaha untuk kasih Radit makanan yang bisa dia pegang sendiri. Tapiiiiii, saya tidak memaksakan situasi, kalau memang repot banget situasinya untuk BLW, ya saya SF aja. Kebanyakan sih kalau sedang keluar rumah, bubar jalan BLW nya. Waktu awal-awal BLW karena saya sendiri masih excited banget, ya maksain BLW sampe rela bawa baju ganti, beli bib yang mirip baju. Tapi lama-lama kok saya juga repot kalo kayak begitu, jadi ga maksain.

Intinya, saya penganut BLW dan SF. Dua-duanya saya terapkan. Oh ya, penerapan BLW yang saya terapkan ke Radit tetap mengkosiderasi kebutuhan nutrisi dia akan 4 bintang. Sebisa mungkin saya penuhi. Kalaupun tidak 4*, ya saya kompensasi esok harinya, atau untuk jadwal makan selanjutnya. Intinya, saya tidak menganut BLW yang ekstrimis. Menu yang sering saya berikan: kentang, daging giling, wortel, brokoli, tahu, jamur (dalam bentuk bubuk). Oh ya, dari awal penerapan BLW pun saya selalu 100% awasi apapun yang masuk ke badan Radit, terutama di awal-awal. Saya siapkan makanan sekian banyak, saya tunggui dia makan, saya lihat berapa banyak makanan yang jatuh, berapa banyak sisanya (seringnya ga ada sisa, Alhamdulillah), jadi saya tau sebanyak apa makanan yang masuk ke badan dia. Pada saat awal BLW, memang banyak makanan yang jatuh, karena Radit masih eksplor dan observasi, tapi banyak juga yang masuk. Saat saya tahu jumlah makanan yang masuk ke badan dia tidak banyak, ya saya tambah lagi porsinya. Makanya saya selalu menyiapkan makanan di pagi hari paling tidak untuk sarapan dan makan siang. Nah makin lama Radit makin jago makan sendiri, sehingga saya tidak lagi 100% tunggui dia makan. Masih saya awasi, tapi tidak harus saya ada di samping dia.

Kalau yang sudah pernah baca buku BLW, ada yang namanya gagging dan choking, intinya kalo anak pertama kali makan makanan padat akan ada momen "hoek", nah itu jangan panik. Bisa dibaca atau di google saja apa yang harus dan tidak boleh dilakukan jika anak mengalami fase itu. Karena saya sudah baca buku mengenai BLW sebelumnya, jadi saya tidak panik. Buat saya, selama tanda-tandanya tidak membahayakan, artinya Radit sedang beradaptasi untuk makan makanan padat, dia sedang belajar menghandle apa yang dia makan, apa yang harus dia lakukan. Saya sebagai orang tua ada di samping dia untuk menjaga. Lama-lama, dia sudah bisa handle sendiri apa yang masuk ke mulutnya, sehingga momen "hoek" jarang sekali terjadi. Kalau sekarang, momen "hoek" terjadi hanya saat Radit terlalu banyak memasukkan makanan ke mulutnya.

Jadi, mau BLW ataupun SpoonFeeding yang penting adalah saya sebagai ibu tau apa saja yang masuk ke badan Radit, dan memastikan nutrisinya tidak kurang. Ya memang saya juga tidak memaksa kan diri saya juga untuk setiap kali makan harus 4*, yang penting tidak kurang. Kadang kalo lagi diluar dan tidak ada makanan yang menurut saya aman untuk Radit (misal di restoran Junk Food) ya saya cuma pesankan nasi putih. Dan habis. Salah satu moto saya membesarkan anak "Jangan merepotkan diri sendiri. Terapkan apapun pada anak adalah hal-hal yang memudahkan hidup orang tua." And it works :)

Oya, Radit selalu doyan makan, hampir semua makanan dia suka, bahkan wortel atau brokoli dikukus aja dia suka. Kalau ditanya sama teman gimana ya anakku kok gamau makan, kalo makan kok kelihatan stres, saya juga susah jawabnya karena selama ini Radit aman-aman saja. Mungkin karena gen dari bapaknya, dari saya juga sih, kami berdua doyan makan, apalagi makanan enak hehe. Ada tulisan yang menjadi pegangan saya selama Radit MPASI

"Kalau anak tidak mau makan, jangan dipaksa. Jika dipaksa, maka saat datang waktu makan akan menjadi waktu yang sangat dia takutkan, dia akan berfikir "wah gimana ini sebentar lagi makan, sebentar lagi ibuku akan memaksaku memasukkan makanan, bagaimana ini" dan makan menjadi waktu yang tidak menyenangkan bagi anak.

Sebaliknya, jika anak suka sekali makan, jangan juga melarang dia makan. Jika melarang dia makan, maka saat jadwal makan dia akan berfikir "wah sebentar lagi ibuku akan melarangku makan, waktunya aku makan sebanyak-banyaknya" Dan hasilnya? Obesitas."

Jadi saya sama sekali tidak pernah memaksa Radit memasukkan makanan apapun ke dalam mulutnya. Kalau tidak mau bagaimana? Saya terus menyodorkan makanan ke mulut Radit, tidak cukup sekali, bahkan sampai 15x saya jabanin, sampai dia sendiri yang memutuskan untuk membuka mulut. Dan hasilnya? It works. Kadang kalo orang yang lebih tua dari saya yang suapin Radit makan dan dia gamau di suapan pertama atau dilepeh sama dia, udah pada nyerah dan bilang "Ini anaknya gamau makan." Pas saya cobain ternyata mau. Jadi memang gabisa kalau cuma sekali nawarin, harus konsisten dan pantang menyerah, walaupun sudah dilepeh, saya cobain lagi, dan selalu mau. Intinya, saya tidak memaksa tapi konsisten dan tidak menyerah untuk menyodorkan makanan.

Tulisan ini saya buat semata-mata hanya untuk berbagi cerita mengenai apa yang saya terapkan ke Radit. Setiap anak memiliki kemampuan dan ketertarikan yang berbeda akan sesuatu, jadi jika cocok di Radit belum tentu cocok di anak lain, begitu pula sebaliknya. Sekali lagi, karena saya bukan dokter atau ahli, baiknya jika ada yang ditanyakan langsung saja ke ahlinya. Saya pun begitu, kalau ada yang ingin ditanyakan saya WA DSA Radit, atau saya catat dulu di HP, saat kontrol langsung saya tanyakan semua. Ditambah, saya juga baca literatur. Artikel-artikel yang jelas sumbernya. Karena menjadi Ibu harus kreatif, demi kelangsungan hidup anak dan kebahagiaan Ibu sendiri :)

No comments:

Post a Comment